Bromocorah
“… GENGSI!
Gengsi harus dijaga sekuat-kuatnya, at all cost dalam bahasa kerennya. Meskipun modal habis, ibarat kata, tetapi gengsi harus dipertahankan terus. Undang relasi dagang terus ke restoran kelas satu. Menaiki mobil harus tetap mobil termewah. Jangan sekali-sekali kelihatan naik taksi butut berwarna kuning atau biru ke pertemuan dagang yang membicarakan proyek ratusan juta atau berbiliun rupiah. Mana orang mau percaya pada kita, kan? …“ (nukilan dari cerpen Rekanan – hal 208)
Bromocorah – Duabelas cerita pendek karya Mochtar Lubis
Bias Hidup, Bahasa dan Budaya
Kisah demi kisah, menceritakan orang Indonesia dengan kehidupannya. Di kala seseorang di atas angin, telah meraih apa yang diinginkan atau sebaliknya terdapatnya di titik paling bawah dalam sebuan perjalanan kehidupan. Dikuatkan dengan perwatakan orang Indonesia dan masyarakat sekitarnya serta anggapan yang dapat mempengaruhi perjalanan hidup seseorang, bahkan bisa sampai menentukan atau merubah nasib seorang; karena memang diinginkan atau hanya karena harus mengikuti norma dan kebiasaan yang berlaku di saat dan tempat tertentu.
Kalimat-kalimat dalam cerita terangkai sederhana, mudah dimengerti dan lugas. Tokoh-tokoh protagonis yang berbeda, kisah yang beragam dan terjadi di beberapa lokasi, di Indonesia dan di luar Indonesia. Cerita demi cerita berdiri sendiri, namun mengalir ringan berbagi kisah beragam tokoh protagonist tersebut, antara pencapaian dan perjuangan, antara apa yang terlihat dan kenyataan sebenarnya, antara keinginan, kemampuan dan keserakahan hingga kebahagiaan semu bahkan kesepian, kekecewaan dan kebencian terselubung.
Duabelas Kisah Orang Indonesia
Mochtar Lubis menampilkan tokoh-tokoh protagonis dengan perwatakan dan jalan hidup berbeda ke dalam duabelas cerita pendek. Kisah-kisahnya terjadi di masa lampau, di masa-masa kemerdekaan atau juga pasca kemerdekaan dari lapisan masyarakat dan latar belakang yang berbeda, namun seolah-olah cerita-cerita ini tak asing lagi di mata dan telinga orang Indonesia, dan dikenal persis dalam kehidupan di Indonesia dan masyarakatnya.
Kisah-kisah yang sepertinya tak lekang dan terbatasi oleh waktu. Kisah yang berulang dan terjadi berulang lagi. Kritik-kritik sosial tersemat halus dalam kisah-kisahnya, namun tidak menyatakan „mensamaratakan“ semua orang Indonesia beserta kebiasaan-kebiasaannya … Meninggalkan pesan moral, namun tidak menggurui, bahkan lebih condong menggiring pembaca untuk bisa menilai dan merenungkannya kembali secara tidak langsung.
… Mengasyikan untuk dibaca …
Nukilan dari kisah Bromocorah
“… Dia juga merasa bimbang apakah akan mengajari anaknya ilmu silat. Anaknya telah berumur delapan tahun dan sebenarnya telah dapat mulai belajar ilmu silat. Tetapi, jika ia mengajar anaknya ilmu silat, pastilah anaknya akan mengikuti jejaknya, seperti dia mengikuti jejak ayahnya, ayahnya mengikuti jejak neneknya, neneknya mengikuti jejak ayahnya, dan demikian seterusnya. Sebaliknya, seandainya dia tidak menurunkan ilmu silat pada anaknya, akan jadi apa nanti anaknya? Mereka tidak punya tanah tempat rumah mereka berdiri. Anaknya akan jadi penganggur di desa? Anaknya akan jadi penggarap tanah milik orang lain, hidup penuh kemelaratan tanpa harapan sepanjang umurnya ……Setelah tiga bulan, dia tidak juga mendapat berita dan lurah tidak dapat memberikan penjelasan padanya, sedangkan beberapa kepala keluarga di kampungnya dan beberapa kampung berdekatan telah berangkat. Seorang pegawai kantor kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan karena dia dikenal sebagai seorang … Bromocorah … Dia telah menduga demikian. Bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar. Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa berubah …“
Nukilan dari kisah Dara
“… Kenapa baru sekarang Ayah memberi Dara nasihat yang bagus ini? Mengapa tidak dari dahulu ketika Ibu dan Ayah masih satu rumah. Ayah tidak memberi Dara nasihat yang bagus-bagus ini dengan memberi contoh tingkah laku Ayah sendiri? Ayah telah menghancurkan kebahagiaan kita, Ibu hancur, Dara hancur. Dara hanya mengikuti jejak langkah Ayah sendiri! Ayah menyangka dengan uang telah menebus dosa Ayah pada Ibu! …“
(Red, 2023)
Tentang Mochtar Lubis,
seorang Jurnalis, Sastrawan, lahir di Padang, pada tanggal 7 Maret 1922. Aktif berkiprah di bidang penerangan sejak jaman Jepang. Ia berperan dalam pendirian ‚Kantor Berita Antara‘, lalu mendirikan dan menjadi pimpinan dari ‚Harian Indonesia Raya‘ , yang telah dilarang terbit. Tak hanya itu, ia pun beserta kawan-kawannya telah melahirkan sebuah majalah sastra bernama ‚Horison‘. Di era pemerintahan Soekarno, Mochtar Lubis mendekam di rumah tahanan selama 9 tahun lamanya, dan di tahun 1966 ia dibebaskan.
Tak hanya sebagai jurnalis kawakan, ia pun sebagai sastrawan berpengalaman yang telah menghasilkan karya-karya bermutu dan mendapatkan penghargaan sastra, di antaranya; Tidak Ada Esok, Jalan Tak Ada Ujung, Senja di Jakarta, yang mula-mula terbit dalam bahasa Inggris berjudul, Twilight in Jakarta, serta Harimau Harimau. Ia pun adalah penulis esai dengan nama samaran Savitri dan juga sebagai penerjemah karya sastra asing, di antaranya Tiga Cerita dari Negeri Dollar dan Kisah-Kisah dari Eropa.
Judul Buku: Bromocorah
Penulis : Mochtar Lubis
Tahun Terbit : 2021
Penerbit : Feliz Books – Jakarta
Jenis Cover : Soft Cover
Jenis Kertas : Bookpaper
Berat : 150 gram
Halaman : 264
Dimensi : 11 x 17 cm
ISBN : 978-623-96629-4-3